Jumat, Mei 07, 2010

Kantor Imigrasi Penerbit Paspor Teroris, Memungkinkan Dihuni Simpatisan Teroris

Posted on 07.57 by Tribun Online


PUNGLI di IMIGRASI PINTU MASUK TERORIS KE INDONESIA (seri-1)
TERORISME telah menjadi hantu paling ditakuti masyarakat Indonesia. Sejak pertamakali muncul pada tahun 1991 hingga pengeboman Hotel JW Marriot dan Rits Cartlont di Jakarta, 2009 lalu, sudah ratusan jiwa tidak berdosa menjadi korban. Dalam 18 tahun ini sudah puluhan orang tua kehilangan anaknya, suami yang kehilangan istrinya atau sebaliknya, anak yang kehilangan ayah/ ibu atau keduanya yang tewas sia-sia akibat salah tempat dan salah waktu.
Deret kematian sia-sia masyarakat Indonesia dan warga asing akibat bom para teroris itu, terasa tidak adil saat dibandingkan dengan jumlah tersangka teroris yang tertangkap dan terbunuh dalam suatu penyergapan oleh Densus (Detasemen Khusus) 88 Anti-Teror. Demikian pula tersangka terorisme yang mengalami hukuman mati. Ironisnya, jumlah tersangka teroris itu terus bertumbuhan di masyarakat Indonesia, bahkan ada teroris yang bisa keluar-masuk Indonesia dengan leluasa, seperti halnya sosok tokoh teroris Dulmatin yang tewas dalam sebuah penggrebekan di sebuah warnet di Pamulang, Tangerang, Banten, 9 Maret lalu. Mengapa demikian?
Kondisi memprihatinkan terkait leluasanya mendiang Dulmatin keluar masuk Indonesia itu, menurut pengamat intelijen Ahmad Isro, merupakan akibat dari lemahnya sistem penjagaan pada pintu keluar-masuk Indonesia. Itu terbukti dari data intelijen atau pun Densus 88, bahwa Dulmatin leluasa keluar-masuk Indonesia dengan aman sebelum kematiannya di Pamulang. Kondisi ini harus dianalisa, diselidiki dan ditangani secepat mungkin sebagai novum yang mengancam keamanan negara.
“Jika Dulmatin sebagai tokoh teroris dunia kelas teri mampu keluar-masuk Indonesia dengan aman, bukan tidak mungkin tokoh-tokoh teroris kelas kakapnya akan lebih leluasa lagi. Tinggal di Indonesia dan merancang kekacuan negara,” kata pria berkumis ini saat ditemui di ruang kerjanya, beberapa hari lalu.
Penyelidikan pada pintu-masuk negara dalam definisi intelijen, dikatakan, tidak terbatas dengan mengobrak-abrik mencari kelemahan pelabuhan udara, pelabuhan laut, dan pesisir yang berhubungan dengan lautan lepas antar negara. Penyelidikan harus dilakukan lebih kompleks lagi, yaitu menangani sarana dan pra-sarana yang menjadi awal dari keleluasan seorang teroris atau kriminal negara keluar-masuk Indonesia tanpa terdeteksi.
Membongkar semua data penerbitan paspor yang berlangsung di semua kantor imigrasi di Indonesia, misalnya. Langkah ini berdasar bukti penemuan Densus 88, bahwa Dulmatin memiliki sebuah paspor Indonesia atas nama Yahya Ibrahim yang dikeluarkan Kantor Imigrasi Jakarta Timur. Paspor bernomor 42677 itu diterbitkan tahun 2006.
Teroris yang berhasil mengelabui sistem keamanan imigrasi dan mendapatkan paspor Indonesia, menurut Isro, tidak hanya Dulmatin. Pada tahun 2000, Kantor Imigrasi Solo menerbitkan paspor atas nama Rony Asad bin Ahmad untuk tokoh teroris Fathur Rahman Al-Ghozi yang tewas di Filipina dalam proses penyergapan pasukan anti-teror Filipa di tahun 2004. Kantor Imigrasi Solo juga menerbitkan paspor atas nama Zeila Mubi untuk istri Ghozi, Zaenab yang berkewarganegaraan Malaysia pada Juni 2001.
Kelemahan sistem keamanan instansi imigrasi juga terjadi Kantor Imigrasi Jakarta Utara pada 25 Januari 2008. Kantor yang ada di Tanjung Priok ini menerbitkan paspor atas nama Tri Sutanto untuk tokoh teroris Agus Purwantoro, anggota jaringan oranisasi teroris Jamaah Islamiah yang ditangkap polisi Malaysia, 31 Januari 2008. Pria dengan berderet nama lain, sepeti Deddy Acmadi Machdan, Tri Sutanto, Idris, Abbas, dan Sofian ini menjadi buruan Polri terkait kasus mutilasi tiga siswi, perampokan toko emas, penembakan terhadap Kepala Kepolisian Resort Poso, dan menyembunyikan sejumlah buron polisi.
Berpijak pada bukti banyaknya paspor teroris yang diterbitkan kantor imigrasi, Isro mengatakan, skuad anti teror Densus 88 dan Badan Intelijen Negara (BIN) saatnya memfokuskan penyelidikan semua kantor imigrasi di Indonesia. Membongkar data paspor yang dikeluarkan masing-masing kantor imigrasi, juga memeriksa semua petugas imigrasi masing-masing kantor imigrasi.
“Jika dilakukan secara serius dan detil, saya yakin pemeriksaan atas data paspor yang diterbitkan masing-masing kantor imigrasi itu akan menghasilkan banyak novum yang layak diseret ke rana hukum,” ujar pria yang pernah berdinas sebagai anggota satuan intelijen di salah satu Kodam di tanah Jawa ini.
Miskin Loyalitas
Banyaknya novum pelanggaran hukum dan penyelewengan wewenang dan jabatan di kantor-kantor imigrasi di Indonesia. Dibuktikan oleh hasil investigasi Ahmad Isro pada Kantor Imigrasi Klas 1 Khusus Surabaya. Selama enam bulan berinvestigasi atas data terkait penerbitan paspor oleh kantor yang ada di dekat jembatan layang Waru-Sidoarjo itu, ternyata ditemukan bukti kantor penerima ISO 9001:2000 dari SGS UNITED KINGDOM Ltd atas Pelayanan Paspor RI memiliki sejarah kelam pada tahun 2000. Menerbitkan paspor atas nama Edi Heriyanto untuk tokoh teroris Mas Slamet bin Kastari, Wakil Ketua Jamaah Islamiyah (JI) Singapura yang diringkus tim gabungan anti-teror di Tanjung Pinang, Sumatera Utara.
Dalam pengurusan paspor tersebut, Edi Haryanto mengajukan paspor denga KTP aspal sebagai penduduk Desa Mondo, Kec Mojo, Kab Kediri. Pengurusan paspornya diangani oleh biro Jasa PT Surya Mas Surabaya. Paspor yang dikeluarkan pada 23 Januari 2000 bernomor M 189771. Konyolnya lagi, Mas Slamet bin Kastari alias Edi Heriyanto sempat datang sendiri ke Kantor Imigrasi Surabaya untuk melakukan wawancara, sidik jari dan pemotretan sebagai persyaratan pembuatan paspor.
Dari proses penerbitan paspor Mas Slamet bin Kastari itu, Isro berani memastikan, di Kantor Imigrasi Klas 1 Khusus Surabaya itu terdapat oknum yang ”simpati” pada perjuangan Wakil Ketua JI Singapura itu. Tolok ukurnya wajah Mas Slamet bin Kastari sebagai target penangkapan lembaga hukum dan keamanan se-dunia, sangatlah populer lantaran ada tercantum di website lembaga intelijen dunia seperti website CIA dan FBI milik AS, MI-6 milik Inggris, Mossad milik Israel, dan draf DPO (Daftar Pencarian Orang) yang disebarkan Polri dan BIN.
“Sebuah alasan yang mencurigan jika penerbitan paspor Mas Slamet itu akibat petugas Imigrasi Surabaya tidak memiliki foto teroris kelas dunia itu. Bagi saya penerbitan paspor untk tokoh teroris itu disengaja demi suatu imbalan atau alasan lainnya. Karena itu, penerbitan paspor Mas Slamet ini harus dijadikan novum penyelidikan untuk mengungkap jaringan teroris di Indonesia,” ujarnya.
Analisis rekontruksi penerbitan paspor Mas Slamet sebagai bentuk kesalahan disengaja, menurut pria berpenampilan perlente itu, terlihat dari pengakuan mantan staf biro jasa PT Surya Mas Surabaya yang mengurus paspor Mas Slamet. Proses pengurusan paspor pada Januari 2000 itu, dipaparkan sangat lancar mulai pengajuan permohonan sampai penerbitan. Itu terjadi lantaran biaya yang dikeluarkan untuk permohonan paspor Mas Slamet nilainya berlipat kali dari biaya yang ditetapkan Dirjen Imigrasi saat itu. Dengan biaya saat itu sekitar Rp 1,5 juta, penerbitan paspor dapat dipercepat dalam waktu dua hari sudah di tangan. Permohonan diajukan tanggal 21 Januari 2000 dan terbit pada 23 Januari 2000. (ico,mza/wan)

No Response to "Kantor Imigrasi Penerbit Paspor Teroris, Memungkinkan Dihuni Simpatisan Teroris"

Leave A Reply